19 September 2009

SIAP PA...








Sebuah Renungan Menuju Kalteng Cerdas)

Oleh
Esdi Pangganti


Dulu ketika masih berpakaian putih abu-abu, seingat saya, saya juga seperti teman-teman adalah remaja yang agak nakal. Kadang suka mengganggu teman, supaya nilai mereka jelek dan saya baik, kadang memasang permen karet di bangku teman atau guru yang kurang disenangi, pokoknya kenakalan ala remaja dulu waktu saya, yang walaupun cukup nakal namun masih menaruh perasaan sopan dan hormat sekalipun guru tersebut tidak mengajar di kelas saya atau sekalipun guru tersebut kurang pandai mengajarnya. Saya termasuk anak yang kepandaiannya sedang-sedang saja, karena yang selalu menjadi nominator ranking di kelas adalah teman saya yang cantik atau yang bapaknya punya jabatan dan duit banyak, orang asli daerah situ sedangkan saya anak seorang guru SD yang uang sangunya kadang-kadang paling tinggi Rp 500,-.

Sekedar flashback, saya lahir di dusun Benao di dalam ruang sekolah Inpres di pedalaman sebuah kecamatan bernama Lahei, tetapi masih dipinggiran sungai barito yang masyarakatnya minum, beraktivitas, dan bermatapencaharian sehari-hari di sungai terlebar di asia tenggara yang sekarang mungkin sudah banyak merkurinya, sehingga ikan-ikan yang dijual dipasar pagi pun sepertinya sudah kurang segar, apa lagi dengan pengetahuan masyarakat yang sudah maju dan tidak mau repot untuk mengawetkan ikan dan penganan dengan memanfaatkan formalin, huh,… sungguh saya kira sebuah bentuk kenakalan juga, yang harus dipantau oleh BPOM secara kontinu (jangan insidentil/sewaktu-waktu saja) dengan memberikan ganjaran yang seberat-beratnya kepada pelaku, karena pemakaian formalin pada bahan makanan sungguh akan membahayakan kelansungan hidup manusia.

Sungguh, karena lahir di sebuah sekolah Inpres maka saya diberi nama ATAK INPRES oleh penghulu/tetua dusun, yang kemudian sebagai penghargaan oleh bapak saya yang adalah guru Inpres disitu selanjutnya saya diberi nama ESDI. Sempat dulu sewaktu lulus SMA, saya mendaftar di PGSD, namun karena saat wawancara tidak bisa berjanji mentransfer ke numerik-numerik (kira-kira nomor rekening sebuah bank) yang saya tidak mengerti, dan ditulis disebuah kertas kecil yang disodor didepan saya, maka gagallah saya menjadi guru SD. (Bayangkan lucunya kalau Pak Esdi mengajar SD).
Adalah seorang teman saya di SMA yang kemudian hari saya tahu lahir di desa Benao juga, namanya lucu, nama kampung, kaya nama saya. Namanya SIAPA. Kami berdua akhirnya berteman dan selalu menjadi bahan ejekan kawan-kawan yang kalau ke sekolah pasti naik kuda Jepang; Cristal atau Alfa, sedangkan kami hanya jalan kaki saja. SIAPA mempunyai temperamen agak keras, mudah tersinggung tetapi baik hati. Pernah suatu ketika, pas suasana lebaran ada teman dari dari sekolah lain yang dindingnya hanya dibatasi tembok menyalakan petasan dan memasukkannya ke ruang kelas kami, guru marah dan bertanya kepada SIAPA, siapa yang menyalakan petasan tadi?, SIAPA menjadi marah merasa dituduh (dikiranya ia telah dituduh, karena tidak tahu siapa yang menyalakan petasan). Akhirnya karena tidak ada seorangpun yang mengaku, kami satu ruangan dihukum ditiang bendera. Sambil mengucapkan “siapa membunyikan petasan?”. Lucunya, SIAPA juga ikut mengucapkannya.

Kelucuan ini mirip dengan pelaksanaan pembelajaran di sekolah, kaya SIAPA meneriakkan siapa. Pengambil kebijakan membuat sibuk praktisi untuk siap pak?,…, kalau program sudah sip maka meluncurlah alokasi dana khusus yang siap pa (siap bos). Yang paling ditakutkan SIAPA adalah saat menjelang Ujian Nasional, takut tidak lulus, takut backing yang sudah minta persekot saat mau masuk mendaftar jadi penjaga keamanan negeri ini menjadi tertawa, karena SIAPA tidak lulus UN, DP-nya hangus, padahal ibu dan neneknya sampai bungkuk di kampung menyadap karet dengan baju buruk dan menarik rotan sampai kaki tangannya bengkak karena duri u’ey (baca:rotan) tertancap dalam dibawah kulit ari. Tak tanggung-tanggung SIAPA telah mengeluarkan DP 10 J, katanya saat pantohir akan nambah lagi 20 J. SIAPA yang malang, saat UN jatuh sakit, kecapean belajar dan les sejak bulan Januari, ia harus ujian di bangsal RS., dapat dibayangkan bagaimana hasilnya. Harapannya musnah, uangnya yang harusnya dipakai untuk beli sapi kurban saat menjelang hari raya haji musnah, ibunya makin renta tak bisa berbuat apa-apa. Siapa yang salah? Sistem, oknumnya, atau iklan dan propaganda sang backing yang menghasut bisa ini, bisa itu, asal ini dan itu.
Pantas, …. Murid-murid saya selama ini kurang peduli belajarnya, sering bolos, katanya sekolahnya dipinggir hutan ndak rame, (memang lokasi sekolah saya pagarnya ndak ada untuk mengandangi 5 ha lokasi sekolah saya). Kejadiannya Mojok di hutan bareng pacar, bawa HP canggih, rekaman berdua tanpa sensor, siapa yang salah…..?, sekolah jauh, enaknya naik blade, pelukkan sama pacar yang paling cantik di sekolah dan pintar nyanyi, dengan sebatang LA yang terselip pinggir bibir, rasanya sudah paling jago, kalau guru naik kendaraan 40 km/h, siswanya melaju 90 km/h nyelipin guru, mungkin ketularan temannya yang sering jadi Crosser Nasional dan Internasional di sekolah saya. Zaman saya SMA, liat guru segannya minta ampun, sekarang siswa jangankan segan malah berani minum minuman di atas meja guru atau ngambil minum di dispenser di ruang guru,…. Sebenarnya tidak masalah, hanya etikanya sering terlupa, siapa yang salah?… makanya hampir 98% gagal UN, pakai fulus kalau mau lulus, siapa yang salah…. Guru.

Jangan cepat naik pitam kawan,…. Guru terlalu sibuk bikin perangkat mengajar, guru lagi bikin modul, kalau hujan rintik paling guru ndak masuk, guru sibuk kursus komputer biar ndak Gaptek, guru sibuk menghapal kosakata bahasa Inggris, karena di sekolah sudah memakai Bilingual (Maklum telah berstatus Rintisan SSN dan sebentar lagi Rintisan SBI), guru juga sibuk ikut seminar cari sertifikat biar bisa nyusun portofolio, biar gajinya naik, saat penilaian portofolionya, hmm…assesornya juga nggak jujur, sengaja dibuat agar jadi peserta Diklat, disana nantinya arisannya jalan,… di rumah guru sibuk bikin privat, Lumayan Rp 10 rb/org/trn…. Siapa yang salah?. Jangan tertawa seperti SIAPA, inilah faktanya…… kalau mau pintar, ya belajar.

Jangan siap pa, siap pa terus, jangan suka menjadi orang yang berpikirnya di bulan, didepannya tidak kelihatan. Faktanya juga, banyak orang pintar, tapi tidak bijak, hanya senang dengar kata “Siap Pak!” Walau perintah itu salah,… ya siap pa.
Generasi siap pa ini harus diputus sekarang. Agar dikemudian lahir generasi yang berpikiran optimis, intelektualistis, religius dan dapat menghambat budaya KKN di negeri ini, kapan kita mendengar keberhasilan petinggi negeri ini mengatasi KKN, seperti negara penghasil telepon seluler NOKIA, kapan ada pabrik internasional di kampung yang jangankan lurahpun belum ada yang pernah menginjakkan kakinya ditempat saya menginap ini, kapan ulama dan pendeta tidak berlomba-lomba menjadi anggota dewan terhormat tetapi mengajarkan kasih dan kebenaran dengan contoh hidup padanya. Kapan guru tidak hanya mikirin bagaimana nitip SK di Bank,… Siapa lagi kalau bukan kita,….

Saya rasa siapa yang terbeban saja. Wow,… sangat sedikit, tapi ngak apa-apa, sedikit tetapi berarti. Siapa yang mau berarti, menjadilah siapa yang berarti. Ayo Siapa?, jangan jadi pasukan Siap pa….”Siapa yang mengejar kasih dan kebenaran, akan memperoleh kasih, kebenaran dan kehormatan”, majulah pendidikan kita, menuju Kalteng Cerdas.bp.olla

1 komentar:

Berikan Komentar Anda, Demi Penyempurnaan Blog ini